Selasa, 09 Oktober 2012

BUNGA PILIHAN


Hartati Eko Wardani

Seorang laki-laki, sebut saja Bagus, bertanya kepada orang bijak tentang makna pernikahan. Orang bijak itu tidak segera menjawab. Ia malah mengajak Bagus menuju ke sebuah kebun bunga yang sangat luas. Kebun bunga itu dipenuhi oleh bunga yang beraneka ragam dan warna.

“Pilihlah satu bunga di kebun ini yang menurutmu paling indah. Tak usah buru-buru, pertimbangkan dulu masak-masak. Setelah benar-benar yakin, petiklah bunga itu dan bawalah ke sini” Kata si orang bijak. “Bolehkah kupetik lebih dari satu?” Tanya Bagus. Orang bijak pun menggeleng. “Pilihlah hanya satu yang terbaik”.

Bagus pun segera masuk ke dalam kebun. Ia sangat terpesona dengan keelokan berbagai macam bunga di sana. Ada anggrek, mawar, melati, tulip dan masih banyak lagi. Mereka semua sangat segar dan menawan. Sungguh pilihan yang sulit. Ada yang besar dengan warna merah menyala. Ada yang kecil mungil dan berbau harum . Yang kuning pun tak kalah menggoda ketika tubuhnya meliuk-liuk tertiup angin. Namun tiba-tiba matanya tertuju pada sosok mawar merah muda yang berukuran sedang, baunya tidak terlalu harum, dan tetap tenang saat tertiup angin. Entah kenapa Bagus sangat tertarik dengan bunga yang satu ini. Setelah ia pandangi beberapa lama ia pun memutuskan untuk memetiknya.

Dengan penuh semangat Bagus kembali berbalik untuk mencari si orang bijak. Dalam perjalanan kembali, ia baru menyadari bahwa ia melewatkan beberapa bunga lain yang belum pernah dilihatnya. Maklum, terlalu banyak bunga disana, mana mungkin bisa kuperhatikan satu persatu? Pikir Bagus. Ia pun takjub. Kembali tangannya tergoda untuk meraih satu bunga lain yang penampilannya tak jauh beda dengan bunga yang telah ia petik. “Ini pilihan yang lebih baik, seharusnya aku memetik bunga yang ini bukan yang tadi!” katanya mantap. Namun sejenak ia teringat kata si orang bijak. Aku hanya boleh memetik satu tak boleh dua. Haruskah kubuang bunga yang pertama? Toh ia takkan tahu? Namun setelah ia pandangi lagi bunga yang telah ia petik, ia pun merasa iba. Ah, bunga cantik ini mulai layu, aku harus segera kembali untuk memberinya air dalam vas. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memetik bunga kedua dan lari bergegas menemui orang bijak.

 “Sudah kau dapatkan bunga itu?” Tanya orang bijak. Bagus mengangguk. Si orang bijak mengernyitkan dahi. Inikah pilihanmu? Mengapa sudah layu?”

“Aku terlalu sibuk memperhatikan bunga-bunga lain di sekitarku setelah aku memetiknya “ jawab Bagus.

“Kamu tak tertarik untuk memetik yang lain?” Tanya si orang bijak.

“Jujur aku sangat ingin. Tapi aku kan sudah menentukan pilihanku sejak awal. Memang, ini bukan bunga yang terindah di kebun ini, tapi entah mengapa,  tiap aku memandanginya hatiku merasa tentram. Kini gara-gara aku memperhatikan bunga lain begitu lama, dia jadi layu. Aku harus mengembalikan kesegaran bunga ini dengan memberinya air “ ujar Bagus sambil mengambil vas bunga berisi air yang tampaknya memang sudah dipersiapkan orang bijak.

Orang bijak itu pun tersenyum dan mulai bertutur, “Bagus, saat kau memilih pasangan hidup, kau tentunya mempertimbangkan  banyak hal. Kecantikan, harta, pekerjaan,kepintaran dll. Kau telah memilih satu yang terbaik untukmu, yang mungkin tidak sempurna, namun ia mampu membuatmu bahagia. Sayang, setelah pasangan hidup didapat, kadang manusia lupa akan hal-hal yang membuatnya terpikat dan lebih memperhatikan hal-hal lain yang lebih indah di sekelilingnya. Kurangnya perhatianmu pada pilihan hidupmu membuat ia layu. Ada dua hal yang bisa kau lakukan. Kau bisa membuang dan mencari yang lebih segar, atau mempertahankan serta mengembalikan kesegarannya. Kebanyakan orang lupa diri, dan akan lebih memilih untuk membuang si bunga layu. Namun kau  berbeda. Kau sangat bertanggung jawab, memilih untuk bertahan pada pilihan pertamamu, karena kau teringat hal-hal yang membuatmu memilihnya dulu. Dia memang tidaklah terlalu cantik, kaya, atau pintar, tapi ia membuatmu tentram. Kau telah belajar banyak tentang makna pernikahan. Semoga kau hidup bahagia dengan pilihan hatimu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar